Membongkar Misteri Formalisme Sastra: Analisis Mendalam terhadap Struktur dan Estetika Karya Sastra


Oleh: Eko Windarto 

Formalitas lahir akibat ketidakpuasan dengan penelitian exspresivisme yang mengandalkan data biografis. Formalisme juga menentang karya sastra sebagai ungkapan pandangan hidup atau iklim dari perasaan masyarakat. 

Ciri khas kaum formalis dalam kajiannya selalu tak setuju adanya pembedaan antara bentuk dan isi. Bentuk dan isi menurut mereka dapat didekati dari fungsinya, yaitu fungsi estetik sehingga menjadi karya sastra. 

Pada awalnya, pengarang menghadapi bahan mentah, baru menjadi masak setelah diolah secara estetis. Hasil olahan itu akan menunjukkan bahwa masing-masing unsur bentuk maupun isi ada fungsi tertentu.

Penelitian formalis sastra, biasanya berkiblat pada paham formalis Rusia. Dari aspek keilmuan, formalis dianggap paling menonjol. Keduanya dianggap sebagai tonggak keilmiahan penelitian sastra. Oleh karena itu, melalui hubungan perangkat struktur karya sastra akan dibangun sebuah keutuhan makna yang memenuhi standar ilmu. Perangkat struktur ini yang dinamakan unsur intrinsik (unsur dalam) karya sastra. Unsur ini yang menjadikan peneliti struktural karya sastra lebih optimal (Teeuw, 1983:61).

Kaum formalis menekankan dua konsep dalam penelitian sastra, yaitu: pertama konsep defamiliarisasi dan deotomatisasi. Defamiliarisasi adalah konteks sifat sastra yang aneh atau asing. Keanehan tersebut sebagai hasil sulapan pengarang dari bahan-bahan netral. 

Para pengarang memiliki kebebasan menyulap teks sastra yang sangat berbeda dengan suasana sesungguhnya. Akibatnya, teks sastra boleh saja sulit dikenali karena menggunakan bahasa spesifik. Dalam hal ini, teks sastra kehilangan otomatisasi (deotomatisasi) untuk dipahami oleh pembaca. Pembaca atau peneliti boleh membuat penafsiran dengan cara menyingkap rahasia teks. Pembaca tidak secara otomatis atau langsung menangkap makna teks tanpa penafsiran.

Para formalis juga memperkenalkan dikotomi struktur sastra yang terorganisir dan bahan material tak terorganisir, menggantikan dikotomi lama tentang bentuk dan isi. Mereka mengembangkan struktur sastra khususnya untuk penelitian teks naratif. Kedua genre sastra ini secara formal memiliki unsur-unsur tertentu yang paling penting dikaji. Yang lebih urgen lagi, kaum formalis lebih terfokus meneliti aspek-aspek penyulapan ataupun pengasingan dari material sastra menjadi cipta seni sastra yang unik. Penyulapan adalah daya juang estetika untuk membungkus kenyataan menjadi sebuah imajinasi menarik. Pengasingan adalah proses kreatif yang mampu menciptakan dunia tersendiri dalam sastra. Melalui pengasingan tersebut, sering terjadi unsur-unsur sastra yang mencolok dan di luar dugaan.

Pendekatan Formalis dalam Kajian Sastra

Dalam dunia kajian sastra, pendekatan formalis menjadi salah satu pendekatan yang menonjol dengan memberikan penekanan pada aspek-aspek internal karya sastra. Para formalis menolak pemisahan antara bentuk dan isi, menganggap bahwa kedua aspek tersebut dapat didekati melalui fungsi estetiknya dalam membentuk sebuah karya sastra yang utuh. Mereka meyakini bahwa pengarang, melalui proses pengolahan estetik bahan mentah, menciptakan karya sastra yang menampilkan fungsi khusus dari setiap unsur bentuk dan isi.

Unsur Intrinsik dalam Karya Sastra

Pendekatan formalis memperkenalkan konsep unsur intrinsik (unsur dalam) dalam karya sastra sebagai landasan analisis yang lebih optimal. Unsur intrinsik ini, yang merupakan perangkat struktur karya sastra, memungkinkan peneliti untuk memahami makna karya sastra dengan lebih mendalam. Dalam pandangan formalis, penelitian sastra yang berfokus pada unsur intrinsik dapat membantu menghasilkan interpretasi yang lebih kaya dan beragam.

Konsep Defamiliarisasi dan Deotomatisasi

Salah satu konsep yang ditekankan oleh kaum formalis dalam penelitian sastra adalah defamiliarisasi dan deotomatisasi. Defamiliarisasi merujuk pada sifat sastra yang dihasilkan melalui proses pengolahan bahan-bahan netral menjadi sesuatu yang aneh atau asing. Hal ini memungkinkan pengarang untuk menyajikan teks sastra dengan bahasa spesifik yang tidak lazim, sehingga memunculkan keanehan yang menantang pembaca untuk melakukan penafsiran lebih dalam. Deotomatisasi, di sisi lain, menghilangkan otomatisasi dalam pemahaman teks sastra sehingga pembaca dihadapkan pada tugas untuk mengungkap makna yang terdapat dalam teks.

Dikotomi Struktur dan Bahan Material

Formalis sastra juga menghadirkan sebuah dikotomi baru antara struktur sastra yang terorganisir dan bahan material sastra yang tak terorganisir. Mereka menekankan pentingnya mengkaji aspek penyulapan dan pengasingan dari bahan material sastra menjadi karya seni sastra yang unik. Penyulapan di sini mengacu pada upaya pengarang untuk menghadirkan dunia imajinatif yang menarik melalui pengolahan estetik bahan mentah. Sementara itu, pengasingan menjadi proses kreatif yang memungkinkan pengarang menciptakan dunia dalam sastra yang berbeda dan mencolok, melampaui batasan kenyataan yang ada.

Fokus pada Teks Naratif

Bersamaan dengan pengembangan dikotomi baru tersebut, kaum formalis juga fokus pada analisis struktur khususnya untuk teks naratif. Mereka mengidentifikasi unsur-unsur penting yang terkandung dalam teks naratif dan menekankan pentingnya memahami proses penyulapan dan pengasingan dalam membentuk cerita yang unik dan menarik. Dengan demikian, penelitian formalis tidak hanya merujuk pada unsur intrinsik karya sastra, tetapi juga pada proses kreatif yang melibatkan pengarang dalam menciptakan karya sastra yang istimewa.

Dengan pendekatan formalis yang menekankan analisis internal karya sastra, pemahaman terhadap makna dan nilai estetik suatu karya sastra dapat diperdalam. Melalui konsep-konsep seperti defamiliarisasi, penyulapan, dan pengasingan, kaum formalis membuka ruang interpretasi yang lebih luas dan menantang bagi pembaca maupun peneliti sastra untuk menggali makna yang terpendam dalam teks sastra (Fokkema & Kunne-Ibsch, 1997:26-30).

Peran Formalisme dalam Pengembangan Teori Sastra

Seiring perkembangan waktu, kontribusi formalisme dalam pengembangan teori sastra telah memberikan landasan yang kuat bagi kajian sastra modern. Pendekatan formalis tidak hanya memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap struktur dan nilai estetik karya sastra, tetapi juga membuka ruang untuk pemahaman yang lebih kritis terhadap proses kreatif yang terjadi di balik sebuah karya sastra.

Implikasi Defamiliarisasi dalam Pembentukan Citra Sastra

Konsep defamiliarisasi yang diperkenalkan oleh kaum formalis memiliki implikasi yang signifikan dalam pembentukan citra sastra. Dengan memperkenalkan unsur keanehan dan asing, pengarang mampu membangun dunia sastra yang unik dan memikat, yang mendorong pembaca untuk melibatkan diri dalam proses penafsiran yang lebih aktif. Hal ini tidak hanya memperkaya pengalaman estetik pembaca, tetapi juga memberikan ruang bagi kreasi dan inovasi dalam pengembangan genre sastra yang baru dan menarik.

Kritik terhadap Pendekatan Formalis

Meskipun memiliki kontribusi yang berharga dalam kajian sastra, pendekatan formalis juga mendapat kritik dari berbagai kalangan. Salah satu kritik yang sering dilontarkan adalah pendekatan formalis cenderung mengabaikan konteks sejarah, sosial, dan budaya di mana sebuah karya sastra lahir. Kritik ini menyoroti pentingnya memperhatikan faktor-faktor eksternal yang memengaruhi pembentukan karya sastra, selain hanya fokus pada analisis internal semata.

Kontribusi Formalisme dalam Konteks Sastra Kontemporer

Meskipun demikian, kontribusi formalisme tetap relevan dalam konteks sastra kontemporer. Banyak kritikus dan peneliti sastra yang masih mengapresiasi pendekatan formalis sebagai landasan yang kokoh dalam menganalisis teks-teks sastra yang kompleks. Dengan memahami struktur dan nilai estetik karya sastra secara mendalam, para peneliti dapat membuka ruang untuk interpretasi dan pemahaman yang lebih kompleks dan terperinci terhadap karya sastra masa kini.

Implementasi Konsep Formalisme dalam Pendidikan Sastra

Penerapan konsep formalisme juga dapat diterapkan dalam konteks pendidikan sastra. Dengan memperkenalkan konsep-konsep seperti defamiliarisasi, deotomatisasi, dan penyulapan, guru sastra dapat membantu siswa untuk melihat karya sastra dari sudut pandang yang lebih luas dan mendalam. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap nilai estetik sebuah karya sastra, tetapi juga mendorong mereka untuk mengembangkan kemampuan analisis dan interpretasi yang lebih baik.

Kesimpulan

Dalam kesimpulan, pendekatan formalis dalam kajian sastra memberikan kontribusi yang berharga dalam memahami struktur dan nilai estetik karya sastra. Dengan menekankan analisis internal dan konsep-konsep seperti defamiliarisasi, pendekatan formalis membuka ruang untuk interpretasi yang lebih mendalam dan inovatif terhadap karya sastra. Meskipun mendapat kritik, kontribusi formalisme tetap relevan dalam mengembangkan pemahaman terhadap sastra kontemporer dan dapat diimplementasikan dalam pendidikan sastra untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap nilai-nilai sastra yang mendalam.

Batu, 18122024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Makan Bergizi Gratis Meluncur di Kabupaten Malang

Diduga Gelapkan Uang, Developer Perumahan di Kota Batu Dilaporkan User ke Polisi

Ajak Masyarakat Hidup Sehat, Wisata Lembah Dali Adakan Senam Bersama dan Lomba Senam Pica-PicaOleh: Eko Windarto