Kerja Bakti Tahunan di Makam Glonggong dan Upaya Pengelolaan Sampah Mandiri di Kota Batu
Kerja Bakti Tahunan di Makam Glonggong dan Upaya Pengelolaan Sampah Mandiri di Kota Batu
Oleh: Eko Windarto
Batu, – Kegiatan kerja bakti rutin tahunan yang dilaksanakan di makam Glonggong, Kelurahan Temas, Kota Batu, telah berlangsung dengan semangat gotong royong yang tinggi.
Agenda ini dilakukan secara bergiliran di empat Rukun Warga (RW) dalam wilayah tersebut, yakni RW 6 dengan 6 Rukun Tetangga (RT), RW 7 yang terdiri dari 9 RT, RW 9 dengan 10 RT, serta RW 10 yang memiliki 11 RT.
Kegiatan yang digelar setiap bulan Suro ini menjadi rutinitas yang tak hanya mempertahankan kebersihan makam, tapi juga mempererat solidaritas antarwarga.
Ketua RW 7, Rianto, bersama tokoh masyarakat yang dihormati, bersama anggota Wong Batu Bersatu (WBB) memimpin langsung kerja bakti yang berlangsung pada Minggu, 11 Juli 2025.
Menurut Rianto, momentum ini tidak hanya sebatas membersihkan makam, melainkan juga sebagai simbol penguatan rasa kebersamaan antarmasyarakat setempat guna menjaga warisan budaya dan lingkungan hidup mereka.
Sementara itu, di tengah kerja bakti tersebut, Sulianto, yang akrab disapa Mbah To dan menjabat sebagai Ketua Wong Batu Bersatu (WBB), mengungkapkan aspirasi pengembangan program sosial yang berkelanjutan di Kota Batu.
Ia menyatakan, “Program-program semacam gotong royong dan kegiatan sosial lainnya harus lebih diperkuat dan diperluas cakupannya agar mampu dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Kota Batu.”
Sulianto menekankan pentingnya kolaborasi antarwarga dan pengurus organisasi sosial untuk menjaga kesinambungan agenda yang telah berjalan selama ini.
“Semua kegiatan yang bertujuan mempererat solidaritas dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat harus didukung oleh tangan bersama agar semakin berdampak luas,” tambahnya.
Waktu yang sama, Yono, selaku Penasehat Wong Batu Bersatu (WBB), memberikan pandangannya terkait pentingnya kekompakan dan kedisiplinan anggota dalam mendukung berbagai program yang tengah dan akan dijalankan.
Menurutnya, “Agenda kerja bakti di makam Glonggong adalah contoh awal yang sangat baik dalam mempererat kerjasama sosial warga. Ke depan, banyak program positif lain yang akan kita realisasikan, namun kesuksesan semua itu sangat bergantung pada kesolidan anggota dan pengurus.”
Ia juga mengajak agar semua pihak benar-benar memahami setiap kegiatan dan disiplin dalam pelaksanaannya.
“Dengan demikian, masyarakat akan memberikan apresiasi yang tinggi, sehingga keberadaan WBB semakin diakui dan berperan sebagai motor penggerak perubahan di Kota Batu,” jelas Yono.
Setelah menyelesaikan kegiatan kerja bakti di makam, rombongan WBB dan warga RW 7 melanjutkan kunjungannya ke Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Langgeng Mulyo di RW 7, Kelurahan Temas.
Di lokasi ini, Yono selaku warga sekaligus Penasehat WBB kembali menyampaikan isu yang menjadi perhatian utama, yakni permasalahan sampah yang selama ini menjadi tantangan serius bagi kebersihan dan kesehatan lingkungan Kota Batu.
Menurut Yono, “Masalah pengelolaan sampah yang buruk masih menjadi momok bagi masyarakat. Kondisi ini merefleksikan minimnya kepedulian dari berbagai pihak, khususnya dalam pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.”
Yono mengungkapkan bahwa warga RW 7 telah berinisiatif membentuk kelompok pengelolaan sampah secara mandiri dengan menggunakan sistem kerja sama tanpa bantuan pembiayaan dari pemerintah.
“Kami di RW 7 memang sudah berusaha mengelola sampah secara mandiri, tetapi sampai saat ini kami merasa kurang mendapat perhatian dari pemerintah kota. KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang kami bentuk tidak mendapatkan pendampingan atau dukungan teknis maupun keuangan,” ujar Yono dengan nada prihatin.
Yono menegaskan pentingnya dukungan dari pemerintah dalam pengelolaan sampah agar inisiatif mandiri masyarakat dapat berkembang dan berjalan lancar.
“Kami sangat berharap agar pemerintah daerah mau memperhatikan dan mendukung kelompok-kelompok pengelola sampah di tingkat RW. Jika tidak ada perhatian dan anggaran yang memadai, maka bukan tidak mungkin program pengelolaan sampah mandiri ini terancam berhenti,” jelasnya.
Dalam kegiatan pengolahan sampah tersebut, warga RW 7 menggunakan dana dari iuran warga yang rata-rata sebesar Rp20.000 per bulan, sehingga terkumpul sekitar Rp9 juta lebih untuk biaya operasional pengelolaan sampah.
“Anggaran tersebut memang terbilang kecil untuk operasional, tapi inilah dana yang kami kumpulkan. Kami berharap ada alokasi dana tambahan dari pemerintah yang bisa membantu keberlanjutan pengelolaan sampah ini,” tambah Yono.
Lebih lanjut, Yono mengutarakan kekhawatirannya bahwa jika dukungan tidak datang juga, kelompok pengelola sampah akan mempertimbangkan untuk menghentikan aktivitas ini. “Sayang sekali jika program ini terhenti hanya karena kekurangan perhatian dan dukungan. Kami sebenarnya membantu pemerintah dengan berinisiatif, tapi jika terus diabaikan, kami terpaksa harus menutup pengelolaan sampah ini,” pungkasnya.
Batu, 1372025
Komentar
Posting Komentar