Negara, Hukum, dan Keadilan: Mengurai Paradoks Kekuasaan dalam Negeri Kita

Oleh: Eko Windarto 

Dalam era di mana ketimpangan dan ketidakadilan semakin kentara, refleksi seperti ini menjadi sangat penting. Mari kita bersama-sama mengawal perjuangan keadilan agar negara kita bukan hanya sebuah kata, tapi sebuah realita untuk seluruh anak bangsa.

Kalimat-kalimat pembuka yang tajam dan menggugah ini bukan sekadar ungkapan sinis, melainkan refleksi mendalam yang memaksa kita bertanya ulang tentang inti dari keberadaan sebuah negara dan pemerintahan. Apakah negara yang kita banggakan selama ini sungguh mewakili keadilan? Ataukah justru sebuah mesin yang mendukung ketidakadilan dan menjaga privilese kaum kuat?

Dalam artikel ini, kita akan mengurai perspektif kontemporer tentang hubungan antara negara, hukum, dan keadilan. Apa yang terjadi saat aturan yang seharusnya menjadi benteng perlindungan justru menjadi alat penguasaan dan pelemahan rakyat kecil? Bagaimana implikasi sistem hukum yang condong pada kelompok berkuasa? Dan yang terpenting, apa yang dapat kita lakukan untuk mengubah paradigma ini?

1: Negara dan Fungsi Dasarnya — Menjaga Keamanan atau Menguatkan Ketidaksetaraan?

Sebuah negara dalam konsep idealnya lahir sebagai wadah hukum dan pemerintah yang bertugas melindungi segenap rakyatnya. Fungsi utama negara adalah menjaga keamanan, menjamin kesejahteraan, dan menegakkan hukum secara adil tanpa diskriminasi. Namun, realita yang sering terjadi justru sebaliknya.

Dalam praktiknya, sering kali negara menjadi alat kekuatan yang justru memperkuat ketidaksetaraan. Ketika hukum hanya berlaku bagi mereka yang lemah sementara golongan kuat mendapat perlindungan istimewa, maka negara kehilangan legitimasi moralnya.

Kondisi ini memperkuat hierarki sosial yang menindas mayoritas telah melemahkan kepercayaan rakyat terhadap institusi negara. Negara yang gagal melaksanakan fungsi dasar ini akan menjadi 'negara tanpa hati', di mana suara rakyat dibungkam, dan kepentingan oligarki mendominasi.

2: Hukum — Instrumen Keadilan atau Senjata Kaum Berkuasa?

Hukum idealnya adalah payung yang melindungi semua orang tanpa kecuali. Namun, kenyataan pahit sering muncul di mana hukum menjadi senjata politik, alat untuk memukul balik kritik dan melindungi korupsi.

Kasus-kasus korupsi yang luput dari jeratan hukum sementara rakyat biasa dihukum berat karena pelanggaran kecil adalah contoh nyata ketidakadilan sistem hukum kita. Ini tercermin dalam ungkapan yang sudah mendunia: "hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas".

Paradoks ini menimbulkan pertanyaan fundamental: Apakah hukum itu benar-benar universal dan objektif, atau sudah menjadi instrumen untuk mempertahankan kepentingan kelompok elit?

Ketidakpercayaan terhadap sistem hukum berujung pada legitimasi yang goyah dan bisa memicu ketegangan sosial serta ketidakstabilan polity.

3: Pajak dan Uang Negara — Dari Harapan Rakyat ke Labirin Korupsi

Pajak adalah sumber pendapatan utama negara, yang seharusnya digunakan untuk membiayai pembangunan, pelayanan publik, dan kesejahteraan rakyat. Namun, ketika pajak yang dikumpulkan tidak menampakkan manfaat nyata dan uangnya lenyap dalam korupsi, ini menjadi luka besar dalam sistem pemerintahan.

Ketidaktransparanan penggunaan anggaran negara sering mengakibatkan ketidakadilan sosial. Masyarakat yang membayar pajak dengan susah payah tidak merasakan manfaatnya, sementara segelintir elit menikmati hasil korupsi yang dilakukan.

Fenomena ini juga menimbulkan ketidakpuasan dan hilangnya semangat kolektif untuk taat membayar pajak, sebab merasa tidak ada keadilan dalam distribusi sumber daya.

4: Aparat Negara — Antara Penindasan dan Kolusi

Peran aparat negara, baik kepolisian, militer, maupun lembaga penegak hukum, adalah melindungi rakyat dan menegakkan ketertiban. Namun, sering kali aparat dipandang sebagai alat penindas rakyat yang menyuarakan kritik dan tuntutan, tapi berbalik menjadi sahabat bagi koruptor dan kelompok berkuasa.

Represifitas aparat dalam menghadapi aksi protes dan suara rakyat yang sah menimbulkan rasa takut dan ketidakadilan. Sementara itu, perlakuan istimewa terhadap pelaku korupsi memperparah pemisahan antara rakyat dan negara.

Kondisi ini memperburuk citra negara dan menimbulkan alienasi sosial, di mana rakyat kehilangan rasa memiliki terhadap negara dan pemerintah.

5: Membangun Kembali Kepercayaan dan Keadilan — Jalan ke Depan

Menghadapi realita yang begitu kompleks dan penuh paradoks ini, pertanyaan penting adalah: Apa yang dapat kita lakukan untuk memulihkan makna negara sebagai sumber keadilan?

Pertama, reformasi hukum yang berorientasi pada keadilan sosial harus menjadi prioritas. Penyusunan dan penegakan hukum harus bebas dari intervensi politik dan kekuatan uang demi menjamin hukum berlaku sama bagi semua.

Kedua, transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara harus ditingkatkan. Masyarakat memiliki hak untuk mengawasi dan menuntut keterbukaan agar dana publik tidak disalahgunakan.

Ketiga, aparat negara perlu dilatih dan dibentuk untuk melayani rakyat secara profesional dan humanis. Perlakuan yang adil terhadap setiap warga negara tanpa diskriminasi harus menjadi prinsip utama.

Keempat, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan agar negara dapat benar-benar mewakili aspirasi rakyat, bukan segelintir elit.

6: Kesimpulan — Negara yang Kita Inginkan

Sebuah negara bukan hanya soal simbol geografis atau institusi formal. Negara adalah kumpulan nilai, harapan, dan cita-cita bersama untuk hidup dalam keadilan dan kesejahteraan.

Ketika hukum hanya berbicara kepada yang kuat, dan aparat membela yang korup, maka negara kehilangan maknanya. Namun, kita sebagai warga negara memiliki kekuatan untuk mendorong perubahan.

Melalui kesadaran kolektif, partisipasi aktif, dan penuntutan hak secara konsisten, kita bisa mengembalikan negara pada jalurnya: negara yang berpihak pada keadilan, melindungi yang lemah, dan menghargai harkat setiap warga.

Kita tidak hanya menuntut negara untuk hadir, tapi untuk hadir dengan keadilan yang nyata dan bermakna bagi seluruh rakyat.

Batu, 2992025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PjS Kades Puncak Jeringo Tegaskan Dana Desa untuk Pembangunan, Bukan untuk Korupsi

Melampaui Kanvas: Bagaimana Anang Prasetyo Membuka Pintu Jiwa Melalui Seni

Program Makan Bergizi Gratis Meluncur di Kabupaten Malang