Danantara Bingung Bayar Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, Menkeu Purbaya Tolak Bebankan ke APBN
Foto Cover: Dokumentasi PT KCIC
Petinggi Danantara tengah menghadapi kebingungan besar terkait pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang nilainya mencapai puluhan triliun rupiah.
Pasalnya, beban utang yang sangat besar membuat mereka ingin mengalihkan pembayarannya ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dengan tegas menolak usulan ini, meskipun mendapat tekanan dari elit kekuasaan.
Analis kebijakan publik Agus Pambagio memberikan gambaran lengkap mengenai situasi ini.
Agus mengungkapkan bahwa mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2019 pernah menyampaikan janji bahwa proyek kereta cepat tersebut tidak akan merugi dan sangat menguntungkan bagi bangsa dan negara.
“Saya pernah bertemu langsung dengan Pak Presiden di Istana Bogor. Beliau meyakinkan bahwa proyek Whoosh ini tidak akan rugi, baik untuk bangsa, karena mengusung teknologi tinggi dan sebagainya,” terang Agus dalam tayangan yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan, Jumat (17/10/2025).
Namun, Agus menjelaskan bahwa dirinya menolak keberlanjutan proyek tersebut sejak awal karena proyek ini dinilai tidak layak dan tidak feasible.
Saat ia menyampaikan hal itu kepada Presiden Jokowi, sang Presiden hanya tersenyum dan yakin proyek akan tetap menguntungkan.
“Tipikal Pak Jokowi, beliau hanya tersenyum dan mengatakan ‘bisa kok ini, pokoknya jalan’,” imbuh Agus.
Selain itu, Agus juga menyinggung bahwa Jokowi memilih menggandeng China dalam proyek Whoosh, meskipun sebelumnya sudah ada studi kelayakan (feasibility study) bersama Jepang.
Agus menduga pilihan ini karena Jokowi merasa lebih nyaman dan memiliki hubungan erat dengan China, terutama selama dua periode pemerintahannya di mana terdapat banyak proyek bantuan dari negara tirai bambu itu.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak keras usulan agar pembayaran utang Whoosh dibebankan kepada APBN.
Purbaya menegaskan, proyek ini saat ini dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI) Danantara, sehingga pembebanan utang tersebut tidak bisa dialihkan ke anggaran negara.
Agus menilai, dengan penolakan dari Menteri Keuangan, utang Whoosh dipastikan tidak akan terbayar.
“Enggak terbayar, terus siapa yang mau bayar?” ujar Agus.
Menurut Agus, penggantian peran PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai lead konsorsium proyek juga kurang tepat.
Saat dirinya berada di tim transformasi PT KAI bersama Mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, mereka berhasil membawa KAI dari defisit Rp800 miliar menjadi laba sekitar Rp2-3 triliun.
Jika KAI harus membiayai proyek Whoosh, Agus mempertanyakan dari mana pendapatan tersebut berasal dan mengkhawatirkan KAI kembali mengalami kerugian.
“Kalau KAI ditunjuk, kemungkinan kembali merugi,” kata Agus.
Agus pun menyatakan bahwa secara logis beban utang Whoosh seharusnya menjadi tanggung jawab Danantara. Namun, ia mengimbau agar Menteri Keuangan, Danantara, dan Komisi XI DPR RI duduk bersama dalam rapat untuk mencari solusi terbaik.
“Saya sarankan, dalam dua sampai tiga hari ini, Menteri Keuangan duduk bareng Danantara. Kalau perlu, Komisi XI DPR hadir sebagai saksi dan fasilitator,” tambah Agus.
Utang proyek Whoosh yang mencapai Rp116 triliun dengan bunga sekitar Rp2 triliun per tahun dinilai sangat memberatkan keuangan negara.
Agus khawatir utang ini dapat menyerap anggaran untuk program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih.
“Iya, utang Whoosh ini sangat memberatkan, nanti program MBG dan Koperasi Merah Putih bisa tidak kebagian anggaran,” pungkas Agus.
Dengan tekanan utang yang kian membebani, nasib proyek kereta cepat Whoosh tengah menjadi sorotan utama, sekaligus menjadi tantangan besar bagi pengelolaan keuangan negara ke depan.
Penulis: Win
Komentar
Posting Komentar