Iman, Kunci Pernikahan yang Berkah


Oleh: Eko Windarto 

Jika menikah hanya dilandasi oleh rasa saling mencintai, begitu pesan Umar bin Khattab, maka di manakah letak kedudukan iman?

Betapa banyak pasangan yang saling mencintai, namun pernikahan mereka tak kunjung berkah. Bahkan, perjalanan rumah tangga itu seringkali berujung pada pertengkaran dan perceraian.

Iman menjadi fondasi utama yang menguatkan tali kasih dan mengokohkan ikatan suci itu. Tanpa iman, cinta bisa saja luntur ketika badai ujian datang menerpa. Karena iman, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dengan lapang dada sabar saat di rumahnya hanya tersedia cuka untuk disantap. Karena iman, Ali bin Abi Thalib bertahan sabar menjadi kuli penimba air walaupun hanya mendapatkan upah segenggam kurma. Karena iman, Fatimah Az-Zahra tabah menggiling gandum hingga tangannya melepuh.

Pernikahan bukanlah kisah indah nan mudah yang dikisahkan oleh para motivator atau buku pranikah. Pernikahan adalah ladang ujian yang sarat dengan cobaan dan tantangan. Oleh karena itu, pahamilah bahwa rasa cinta kadang tak cukup untuk bertempur menghadapi kerasnya kehidupan rumah tangga.

Hanya iman yang kuat, bagaikan pedang kesabaran yang tajam, mampu menebas berbagai kesulitan ketika ujian datang tanpa kompromi. Iman juga menjadi senjata syukur ketika senantiasa mendapat berkah dan kebahagiaan. Maka, jangan hanya menjadikan cinta sebagai penyulut api dalam rumah tangga, tetapi jadikanlah iman sebagai nakhoda yang memandu arah kapal pernikahan menuju pelabuhan berkah dan ridha Allah SWT.

Dengan itu, sah-sah saja menikah karena cinta. Namun, pastikan perasaan itu berperan sebagai makmum yang taat, dan imanlah yang menjadi imam yang memimpin perjalanan rumah tangga. Sadarlah, tak semua cinta mampu melahirkan iman, namun semua iman insya Allah akan mengembang menjadi cinta yang hakiki.

I. Menyingkap Makna Cinta dalam Pernikahan

Cinta sering dikagumi sebagai pondasi utama dalam menjalin sebuah hubungan, apalagi sebuah pernikahan. Namun, cinta tanpa landasan yang kuat akan mudah rapuh oleh guncangan hidup. Pernikahan bukan hanya soal perasaan, tetapi juga soal komitmen spiritual yang mengikat dua insan dalam ikatan suci.

Cinta yang dimaksud dalam pernikahan Islam bukan sekadar asmara yang meledak-ledak dan meluruh dengan cepat. Lebih dari itu, cinta adalah pengorbanan, kesabaran, dan keikhlasan. Cinta adalah ikhtiar terus menerus untuk menjaga keutuhan dan kemurnian hubungan.

Iman adalah penyeimbang utama rasa cinta ini. Iman menguatkan hati dalam menahan godaan, menghadapi konflik, dan memupuk keselarasan batin. Dalam perjalanan rumah tangga, iman akan menafsirkan cinta bukan hanya sebagai ekspresi perasaan, tetapi juga sebagai bentuk ibadah kepada Allah.

II. Keteladanan Iman dalam Kehidupan Rumah Tangga Rasulullah

Kisah Rasulullah SAW dan keluarga adalah teladan abadi tentang bagaimana iman menjadi pusat pernikahan yang diberkahi. Di saat kemiskinan melanda, ketika rumah hanya tersedia cuka sebagai santapan, Rasulullah tetap dengan sabar menerima keadaan tanpa mengeluh.

Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah, dengan penuh keikhlasan menjalani tugas berat sebagai kuli penimba air meski hanya mendapatkan upah sejumput kurma. Sedangkan Fatimah Az-Zahra, putri tercinta Rasulullah, rela menggiling gandum hingga tangan melepuh demi keluarganya.

Keteladanan mereka mengajarkan bahwa nikmat berlebih dan harta bukanlah kunci kebahagiaan rumah tangga. Melainkan, kesabaran dan keimanan yang menjadi pelecut dan penjaga kesetiaan pasangan menghadapi ujian demi ujian.

III. Antara Cinta dan Iman, Mana yang Menjadi Pemimpin?

Sering kali, pasangan menikah hanya karena gelora cinta yang membara. Namun perasaan cinta yang menggebu-gebu tanpa dipimpin oleh iman ibarat kapal tanpa nahkoda; meskipun berlayar di lautan yang tenang, pada akhirnya akan terombang-ambing ketika badai menerjang.

Oleh karena itu, dalam rumah tangga, iman harus menjadi imam, dan cinta menjadi makmum yang menyusul mengikuti jalannya, dengan penuh kepercayaan. Iman memandang cinta bukan sekadar perasaan fana, melainkan sebuah amanah dan ibadah yang mesti dijaga.

Pernikahan yang dilandasi iman akan menumbuhkan cinta sejati, cinta yang tidak mengenal batas waktu, bukan hanya keindahan sesaat. Ia mampu merawat kasih sayang di tengah keterbatasan materi dan waktu, menjaga keberkahan rumah tangga, dan memperkuat hubungan meski badai datang menghadang.

IV. Iman sebagai Senjata Melawan Ujian dalam Pernikahan

Dalam perjalanan rumah tangga, ujian datang silih berganti. Mulai dari masalah keuangan, perbedaan karakter, hingga godaan dunia luar yang terus mengintai. Tanpa iman yang teguh, banyak pasangan yang goyah; banyak pula yang kemudian memilih mengakhiri ikatan suci mereka.

Iman menjadi senjata yang mampu melawan putus asa dan perasaan menggebu untuk menyerah. Ia menjadikan sabar sebagai obat ketika kesulitan menimpa, dan syukur sebagai penerang saat kenikmatan datang.

Ketika ujian menghadang, orang yang beriman tidak akan membiarkan api cinta mereka padam. Sebaliknya, ia menyalakan kembali api tersebut dengan doa, kesabaran, dan kekuatan spiritual yang tak tergoyahkan.

V. Menjalin Pernikahan yang Berkah: Cinta yang Dipegang oleh Iman

Pernikahan yang berkah adalah pernikahan yang mengakar kuat pada iman. Seperti pohon yang rindang, akarnya adalah iman yang kuat, sementara cabang dan daunnya adalah cinta dan kasih sayang.

Bagaimana caranya? Pertama, perkuat komunikasi dengan pasangan dengan dasar syariat dan nilai-nilai keimanan. Kedua, hadapi setiap masalah dengan hati yang ikhlas serta sabar. Ketiga, perbanyak doa bersama, memohon keberkahan dan kekuatan dari Allah SWT. Keempat, selalu jaga komitmen untuk saling mengingatkan dan mendorong dalam kebaikan.

Dengan demikian, cinta akan menjadi sumber energi yang tak pernah habis, dan iman menjadi landasan kokoh yang menjaga bangunan pernikahan tetap tegak walau badai melanda.

Iman, Pilar Abadi Pernikahan yang Suci

Dalam sebuah pernikahan, cinta memang penting. Namun, cinta tanpa iman ibarat lentera tanpa minyak — ia tak akan menyala lama. Imam Umar bin Khattab mengingatkan kita, bahwa cinta harus ditemani dengan iman agar pernikahan dapat menjadi ladang berkah.

Percayalah, sepanjang iman menjadi pemandu dan pemimpin, maka cinta yang lahir bukanlah sekadar perasaan sementara, tetapi cinta yang abadi, yang menuntun pasangan menjadi sakinah, mawaddah wa rahmah dalam pernikahan. Sebab, tak semua cinta melahirkan iman, tetapi semua iman insya Allah akan melahirkan cinta yang hakiki.

Maka, bersiaplah dengan iman yang kokoh dalam memulai kehidupan baru bersama, sehingga kebahagiaan bukan sekadar mimpi, melainkan kenyataan yang diraih dan dipertahankan sepanjang hayat.

Batu, 19102025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PjS Kades Puncak Jeringo Tegaskan Dana Desa untuk Pembangunan, Bukan untuk Korupsi

Program Makan Bergizi Gratis Meluncur di Kabupaten Malang

YUA dan OK-OCE Dorong Evaluasi Kinerja Sekda Kota Batu