Kopi Embongan: Wadah Ekspresi Penyandang Disabilitas untuk Terus Berkarya Lewat Live Music

KABUPATEN MALANG — Kopi Embongan, kedai kopi yang berlokasi di Jalan Brigjen Abdul Manan, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, kini menjadi ruang berkumpul sekaligus tempat berekspresi bagi para penyandang disabilitas melalui musik live. 

Selain menyajikan aneka kopi dan makanan ringan, Kopi Embongan menyediakan fasilitas lengkap berupa alat-alat musik untuk menyalurkan bakat dan kreativitas para difabel.

Gatot Suprianto, pemilik sekaligus pengelola Kopi Embongan, menyampaikan bahwa keberhasilan kedainya berawal dari bantuan modal usaha kopi yang diterimanya dari Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) saat masa jabatan Tri Rismaharini.

“Alhamdulillah, berkat bantuan tersebut dan kerja keras, saya bisa membuka kedai kopi sendiri. Awalnya saya berjualan keliling, tapi sekarang saya punya tempat sendiri di mana saya bisa mengajak teman-teman difabel berkumpul dan berkreasi melalui musik,” ujar Gatot saat diwawancarai pada Senin (6/10/2025).

Selain menyediakan alat musik seperti gitar, keyboard, drum, bass, dan kendang, Kopi Embongan juga melengkapi fasilitas dengan alat bantu khusus untuk menunjang kenyamanan penyandang disabilitas saat beraktivitas di tempat tersebut.

Seiring dengan perkembangan Kopi Embongan, Gatot turut mempersiapkan acara spesial dalam rangka peringatan ulang tahun kedai kopi yang ke-3 pada 3 Desember 2025 mendatang.

Acara ini akan diisi dengan pertunjukan live music yang menghadirkan komunitas difabel dari berbagai daerah, sebagai bentuk ajang ekspresi dan silaturahmi.

“Insya Allah, kami akan menggelar event ulang tahun sekaligus mempererat tali persaudaraan antar komunitas penyandang disabilitas. Semoga Kopi Embongan bisa terus menjadi tempat berkreasi dan bersinergi,” ungkap Gatot dengan semangat.

Kegiatan positif yang dilakukan Gatot mendapat dukungan besar dari sang kakak kandung, Santoso, yang juga aktif membantu di Kopi Embongan.

“Asalkan adik saya bahagia dan bisa berkarya, saya akan selalu mendukung dan menemani. Tidak masalah di mana pun dia pergi, saya akan ikut bersama demi memberikan dukungan penuh,” ujar Santoso yang dikenal dengan ciri khas rambut gondrongnya.

Lebih jauh, Santoso juga mengimbau para penyandang disabilitas agar tidak patah semangat dalam menghadapi keterbatasan fisik.

“Jangan biarkan pandangan orang lain menjadi penghambat untuk berkarya. Keterbatasan fisik tidak boleh menjadi alasan menyerah. Semangat dan tekad yang kuat adalah kunci utama untuk terus maju dan berjuang dalam hidup,” tegasnya.

Salah satu penyandang disabilitas yang aktif menyalurkan bakatnya di Kopi Embongan adalah Eko Pramono, seorang pengamen asal Jalan Melati, Desa Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kota Batu. Pria yang memiliki empat orang anak tersebut menyambut baik keberadaan Kopi Embongan sebagai tempat berkumpul dan berkreasi sesama penyandang disabilitas.

“Saya sangat mendukung Kopi Embongan karena di sini kami bisa mengekspresikan diri lewat live music untuk menghibur pengunjung. Ini juga jadi ruang kami untuk saling mendukung dan bertukar ide,” ujarnya.

Eko menambahkan, setelah mengamen di berbagai tempat, ia sering mampir ke Kopi Embongan untuk berdiskusi dan berkolaborasi dalam pertunjukan musik bersama teman-teman difabel lainnya.

“Di sini kami tidak hanya tampil, tapi juga berbagi pengalaman, mempererat tali persaudaraan, dan membangun solidaritas yang kuat antar sesama penyandang disabilitas. Suasana kekeluargaan di Kopi Embongan membuat kami semakin termotivasi untuk terus berkarya,” jelas Eko yang juga dikenal sebagai pencipta lagu berjudul "Batu Kota Surgawi."

Kopi Embongan tidak sekadar menjadi tempat usaha kopi, tapi sudah bertransformasi menjadi sumber inspirasi sekaligus pusat pengembangan potensi penyandang disabilitas di Kabupaten Malang. Dengan menyediakan fasilitas lengkap dan ruang terbuka untuk bertemu, berdiskusi, serta berkreasi, Kopi Embongan menegaskan pentingnya inklusi sosial.

Upaya Gatot dan komunitasnya membuktikan bahwa difabel juga mampu menghadirkan karya bermutu dan berkontribusi dalam dunia seni. Lingkungan yang suportif serta peluang yang diberikan menjadi kunci utama untuk membuka jalan para penyandang disabilitas menembus keterbatasan.

Meski telah mendapat sambutan positif, bukan berarti perjalanan Kopi Embongan bebas dari tantangan. Kendala keterbatasan akses, minimnya dukungan dari masyarakat luas, dan stigma sosial masih menjadi pekerjaan rumah bagi pengelola sekaligus komunitas penyandang disabilitas.

Gatot mengakui beberapa kendala tersebut, namun tetap optimis dan bertekad untuk terus mengembangkan Kopi Embongan agar makin ramah dan inklusif.

“Kami ingin Kopi Embongan menjadi contoh nyata bahwa disabilitas bukan penghalang untuk berkarya dan berkontribusi bagi masyarakat. Dengan kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak, kami yakin mimpi ini bisa terwujud,” pungkasnya.

Penulis: Win

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Program Makan Bergizi Gratis Meluncur di Kabupaten Malang

YUA dan OK-OCE Dorong Evaluasi Kinerja Sekda Kota Batu

PjS Kades Puncak Jeringo Tegaskan Dana Desa untuk Pembangunan, Bukan untuk Korupsi