Di Balik Kalimat Pembuka Segala Kehidupan

Setiap kali seorang Muslim memulai sesuatu,entah membaca, menulis, bekerja, atau sekadar meneguk air,selalu ada satu kalimat yang berbisik lembut dari bibirnya: Bismillāhirraḥmānirraḥīm. Kalimat sederhana yang ternyata menyimpan samudra makna tak bertepi.

Ia bukan hanya pembuka surah dalam Al-Qur’an, tetapi kunci kesadaran dan penyerahan diri. Lafaz ini mengingatkan manusia bahwa segala sesuatu yang dimulai tanpa mengingat Allah sejatinya hampa dari keberkahan.

“Dengan nama Allah,” demikian artinya. Sebuah ikrar tunduk dan pengakuan mendalam bahwa manusia tak memiliki daya apa pun tanpa pertolongan Sang Pencipta. Ia adalah pernyataan cinta yang paling dalam, bukan sekadar formalitas sebelum bertindak.

Kalimat ini menuntun manusia untuk menata niat sebelum melakukan sesuatu. Bahwa setiap langkah, kata, dan pikiran mesti diletakkan di bawah cahaya kasih dan sayang Allah, yang disebut dengan dua nama agung: Ar-Rahman dan Ar-Rahim.

Ar-Rahman meliputi kasih sayang Allah yang menyentuh seluruh makhluk tanpa batas. Matahari bersinar untuk semua, air turun bagi siapa pun, angin berembus tanpa membeda-bedakan iman. Sedangkan Ar-Rahim adalah kasih yang khusus, lembut dan hangat, hanya tercurah bagi hamba-hamba yang mengenal-Nya dan berjalan di jalan ketaatan.

Dari dua sifat ini, tampak keseimbangan antara keadilan dan rahmat. Allah memberi ruang bagi semua untuk menikmati karunia-Nya, namun hanya yang beriman akan merasakan kelembutan cinta yang sejati.

Setiap huruf dalam kalimat Bismillah seolah menyala dengan energi spiritual. Ia bukan sekadar lafaz, melainkan doa perlindungan, permohonan kekuatan, dan permintaan keberkahan.

Saat seseorang mengucapkannya sebelum makan, ia tidak sekadar menggerakkan bibir. Ia sedang membersihkan niat, menundukkan ego, dan menempatkan Allah sebagai pusat dari segala tindakan.

Dalam kehidupan yang serba sibuk dan materialistis, kalimat ini menjadi benteng bagi hati. Ia menjaga agar keberhasilan tidak menumbuhkan kesombongan, dan kegagalan tidak menimbulkan keputusasaan.

Tak heran, Surah Al-Fatihah pun dibuka dengannya. Seolah Allah mengingatkan bahwa membaca wahyu pun harus dimulai dengan kesadaran tentang siapa sumber segala rahmat dan kebijaksanaan.

Tanpa menyebut nama Allah, amal yang tampak besar bisa kehilangan makna. Sebab inti dari segala amal adalah niat, dan niat yang tulus tumbuh dari pengakuan akan kehadiran-Nya.

Kalimat ini juga menjadi simbol cinta Ilahi. Ia mengajarkan bahwa Allah bukan Tuhan yang jauh, melainkan dekat, lembut, dan selalu memberi ruang bagi siapa pun yang ingin pulang.

Para ulama mengatakan, Bismillah adalah penenang hati. Saat diucapkan di tengah kegelisahan, terasa seolah langit ikut menunduk, membawa kedamaian yang menyejukkan dada.

Ia menjadi tali penghubung antara manusia dan Penciptanya. Dalam setiap hurufnya, terkandung panggilan agar manusia tidak berjalan sendirian, agar setiap langkah disertai rahmat dan penjagaan.

Ketika kalimat ini diucapkan dengan penuh kesadaran, segala yang profan berubah menjadi ibadah. Tidur, bekerja, belajar, bahkan tersenyum pun menjadi bagian dari penghambaan.

Maka, Bismillāhirraḥmānirraḥīm bukan hanya pembuka Al-Fatihah, melainkan pembuka segala kebaikan. Ia adalah awal dari setiap niat suci dan setiap langkah menuju ridha Allah.

Di balik kalimat itu tersimpan rahasia besar: hidup bukan tentang siapa kita, melainkan tentang dengan nama siapa kita memulainya. Dan ketika nama itu adalah “Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” maka setiap langkah akan selalu berujung pada kedamaian.

Penulis: Jim
Editor: Eko Windarto 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PjS Kades Puncak Jeringo Tegaskan Dana Desa untuk Pembangunan, Bukan untuk Korupsi

Program Makan Bergizi Gratis Meluncur di Kabupaten Malang

YUA dan OK-OCE Dorong Evaluasi Kinerja Sekda Kota Batu