Masalah Lingkungan Bukan Salah Guru

Sumber foto: ANTARA 

Oleh: Eko Windarto 

Dalam pidato di acara puncak perayaan Hari Guru Nasional di negeri Konoha kemarin, ada satu hal penting yang disampaikan oleh Bapak Presiden kepada para guru. Beliau menekankan agar para pendidik menambah porsi pelajaran mengenai pentingnya menjaga lingkungan dan meningkatkan kesadaran mencintai alam.

Tentu saja, niat Pak Presiden Konoha ini mulia dan siapa yang tidak setuju bahwa menjaga lingkungan itu penting? Namun, bila kita tarik ke benang merah, ada kemungkinan sebuah sindiran terselubung yang bisa kita tangkap, seolah-olah guru-guru selama ini gagal dalam mengajarkan nilai pentingnya menjaga hutan dan lingkungan kepada siswa.

Hmmm... Sebuah suara (tudingan ) yang renyah, tetapi apakah benar sasaran itu tepat?

Sudah Seberapa Jauh Guru Konoha Mengajarkan Kepedulian Lingkungan?

Kalau kita flashback ke masa sekolah kita dulu, coba ingat-ingat, apakah pernah ada guru yang tak pernah mengingatkan kamu untuk “Buang sampah pada tempatnya”? Apakah di sekolah tidak ada kegiatan rutin bersih-bersih pekarangan? Apakah guru tidak pernah mendorong siswa menanam satu atau dua tanaman di pot?

Faktanya, sejak mengenakan seragam kebanggaan negeri Konoha, pendidikan tentang menjaga lingkungan memang sudah menjadi menu wajib. Mulai dari hal paling sederhana seperti membuang sampah pada tempatnya, menjaga kebersihan kelas dan sekolah, menghemat air, hingga pelajaran IPA yang mengajarkan siklus air, fungsi hutan sebagai penahan banjir dan longsor.

Pelajaran ini bukan hanya teori di buku, tapi praktik nyata yang diterapkan berulang-ulang. Bahkan sudah menjadi bagian dari tata tertib sekolah dan budaya sehari-hari selama puluhan tahun sejak Konoha merdeka. Jadi, apa lagi yang kurang?

Masalah Bencana Bukan Berasal Dari Kurikulum Sekolah

Ketika Pulau Khatulistiwa menangis dengan bencana banjir bandang dan longsornya hutan, kita perlu jujur bertanya kembali: apakah akar masalahnya ada di ruang kelas? Apakah kita bisa menyalahkan kurikulum yang belum menyisipkan bab “Cintai Lingkungan” dengan cukup tebal?

Jawabannya adalah: Bukan.

Masalah utama bukan berasal dari kurikulum, bukan pula dari kelalaian para guru. Justru yang harus kita hadapi adalah realita pahit di luar sekolah - di dunia nyata yang dikuasai oleh segelintir orang dengan kekuasaan dan uang melimpah.

Siapa Sebenarnya Biang Keroknya?

Mereka adalah oknum pejabat dan pengusaha berduit yang kini duduk di kursi empuk, yang memegang kendali kebijakan dan investasi besar. Mereka yang, pada waktu masih menjadi murid, pasti pernah diajari untuk mencintai lingkungan, ikut upacara bendera, menanam pohon, dan menjaga kebersihan sekolah.

Namun entah kenapa, ketika hidup berubah dan posisi serta kekayaan mulai dikejar, semua pelajaran mulia tentang lingkungan itu hilang begitu saja. Etika lingkungan yang dulu dipelajari diabaikan demi keuntungan jangka pendek.

Mereka tahu, jelas tahu bahwa membuka hutan lindung untuk perkebunan sawit atau membangun perumahan di zona rawan banjir adalah tindakan berbahaya yang menimbulkan malapetaka ekologis. Tetapi mata dan hati mereka ‘dibutakan’ oleh angka-angka di rekening bank.

Maka, patut disayangkan, merekalah pelaku utama penghancuran lingkungan, bukan guru-guru maupun siswa yang telah berusaha mengembangkan kesadaran lingkungan sejak dini.

Bagaimana Menyelamatkan Bumi Konoha Dari Kerusakan?

Jika guru sudah berusaha maksimal mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan, maka saatnya sekarang kita mengalihkan perhatian pada akar masalah sebenarnya: karakter dan integritas para pengambil keputusan.

Daripada menambah pelajaran tentang lingkungan di sekolah — yang sebenarnya sudah ada sejak lama — mungkin lebih tepat jika kita memikirkan pelajaran khusus Akhlak dan Anti Korupsi (PAAK), namun bukan untuk siswa melainkan untuk para pejabat dan korporat.

Sebab menyelamatkan lingkungan bukan hanya soal pengetahuan ilmiah tentang siklus air atau manfaat pohon. Lebih dari itu, dibutuhkan hati nurani yang kuat, integritas tanpa kompromi, dan komitmen moral yang teguh. Seseorang yang berakhlak mulia takkan rela menggadaikan hijau masa depan demi gemerlap uang saat ini.

Peran Guru Sudah Maksimal, Saatnya Kita Evaluasi Kepemimpinan

Peranan guru dalam membentuk kesadaran lingkungan harus kita hargai dan apresiasi. Mereka telah memberikan pondasi yang kokoh bagi generasi muda agar peduli dan bertindak untuk alam sekitar. Oleh sebab itu, fokus kita harus bergeser ke para pengambil kebijakan dan pemilik modal.

Kita butuh pemimpin dan pengusaha yang berani melawan godaan uang dan kekuasaan, yang menjunjung tinggi etika lingkungan dan keadilan sosial. Mereka yang sadar bahwa menjaga alam bukan opsi, melainkan kewajiban moral dan warisan abadi bagi generasi mendatang.

Membangun Budaya Kepedulian Lingkungan Berbasis Akhlak

Menjaga lingkungan harus menjadi bagian dari gaya hidup, dimulai dari hati yang bersih dan pikiran yang jernih. Pendidikan lingkungan di sekolah sudah mengajarkan pengetahuan, tetapi untuk memupuk cinta sejati terhadap bumi kita memerlukan akhlak mulia dan integritas yang kuat dalam kehidupan nyata.

Inilah PR besar bangsa Konoha: menanamkan nilai-nilai moral dan integritas pada seluruh lapisan masyarakat, terlebih para pemimpin dan pengusaha. Jangan sampai mereka yang memiliki akses dan kekuatan justru menjadi sumber kerusakan, padahal dulu mereka pernah turut belajar dari guru yang sama dengan anak-anak kita saat ini.

Kesimpulan: Jangan Salahkan Guru, Tapi Hadapi Fakta!

Jadi, anggapan bahwa guru selama ini belum mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan adalah pernyataan yang kurang tepat. Justru kita harus beri penghargaan kepada guru-guru yang sudah gigih membangun kesadaran lingkungan semenjak dini.

Yang perlu kita lawan dan perangi bersama adalah mental korup dan rakus yang menggerogoti bumi Konoha—yang bersarang di kalangan pejabat dan pengusaha tanpa hati. Kuncinya ada pada penanaman akhlak dan antikorupsi sebagai fondasi menyelamatkan lingkungan hidup.

Mari dukung guru Konoha mengajarkan lingkungan, tapi juga tuntut perubahan sikap dan perilaku dari para pemimpin Konoha. Karena hanya hati yang sehat dan jiwa yang berintegritas yang mampu menjaga bumi dari kehancuran, bukan semata pelajaran tambahan di sekolah.

Dengan demikian, menjaga alam bukan hanya urusan ilmu pengetahuan semata, tapi lebih pada bagaimana kita memupuk kesadaran, moral, dan kewajiban bersama agar seluruh elemen bangsa bertanggung jawab terhadap masa depan bumi yang kita cintai.

Mari bersatu, peduli lingkungan dengan penuh kesadaran dan integritas! Bumi butuh kita, dan masa depan anak cucu menanti tindakan nyata hari ini.

Batu, 30112025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PjS Kades Puncak Jeringo Tegaskan Dana Desa untuk Pembangunan, Bukan untuk Korupsi

Program Makan Bergizi Gratis Meluncur di Kabupaten Malang

YUA dan OK-OCE Dorong Evaluasi Kinerja Sekda Kota Batu