Mata Ruang Lama Kini: Menggali Potensi Seni Rupa Jawa Timur

Sesi foto bersama Ayos Purwoaji 

Kota Batu, — Satu momentum berharga tercipta di Studio Matahati Ceramic, Perumahan Wastu Asri, Junrejo, Kota Batu, pada Sabtu, 15 November 2025. Diskusi bertajuk “Jelajah Ekosistem Seni Rupa” menghadirkan semangat dan wacana segar seputar perkembangan seni rupa di Jawa Timur. 

Dimoderatori oleh Raisa Matahati, dialog ini menampilkan narasumber sosok Ayos Purwoaji — penulis sejarah sekaligus kurator seni rupa asal Waru, Sidoarjo — yang membedah potensi dan tantangan tak terjangkau oleh banyak peta jalan seni.

Dalam lautan kata, Ayos menegaskan keyakinannya pada kekayaan seni rupa Jawa Timur yang siap berdansa di panggung besar seni nasional dan internasional. Namun, ia tidak menutup mata pada kendala utama yang justru bersarang dalam diri para seniman muda: kemauan berkompetisi dan keberanian menampilkan karya.

Ayos melukiskan gambaran retak yang menahan peluncuran bakat: “Banyak seniman muda berbakat terperangkap dalam keraguan, takut menunjukkan karyanya ke dunia. Padahal, berlomba dan pameran di luar Jawa Timur adalah rangkaian penting menumbuhkan kematangan artistik,” ucapnya dengan nada penuh harap.

Sebagai penyair visual, Ayos juga menyorot keunikan ekosistem seni rupa Jawa Timur yang selama ini kurang tersentuh sorotan nasional. 
Ayos Purwoaji saat berdiskusi bersama audiens 

“Apa yang saya temukan di Jakarta, Bandung, atau Jogja selalu menguatkan rasa bangga saya terhadap seni lokal kita yang berbeda dan kaya, meski masih minim dikenal,” ujarnya. 

Desakan membangun kebanggaan kultural menjadi satu teriakan jiwa agar tak lagi terbuai menjadi penonton pasif.

Fenomena fragmentasi ekosistem seni di Jawa Timur menjadi bahasan mendalam. Model patronase yang kuat dan terstruktur yang ditemukan di kota-kota seni besar seperti Jakarta, Jogja, dan Bali belum hadir secara dominan di Jawa Timur. 

“Seni Jawa Timur ibarat mozaik cantik yang terserak — Surabaya, Malang, Batu, Banyuwangi, hingga Madura masing-masing bernyawa berbeda, bagai simfoni plural yang hidup tanpa terikat,” sebut Ayos.

Berbeda dari kesatuan yang memudahkan sinergi di kota-kota lain, ketidak-konektifan komunitas seni di Jawa Timur menghadirkan sebuah tantangan sekaligus peluang. 

Sementara Madura tetap setia pada tradisi visualnya dan sedikit berinteraksi dengan Surabaya, Banyuwangi justru banyak menyerap semangat Bali, ketika para seniman mudanya gencar berkolaborasi lintas pulau.

Tantangan fragmentasi dan minim patronase sebenarnya membuka ruang bagi inovasi dan penyatuan simpul-simpul baru. Ajakan demi ajakan ditujukan untuk menghidupkan kembali denyut seni agar lebih terkoordinasi dan inklusif, menggerakkan roda kemajuan bersama.

Ayos kemudian menawarkan strategi konkrit dari mata rantai pencapaian tersebut:

Membangkitkan Keberanian Seniman Muda

Menerobos tembok keraguan, memancing gairah berlomba dan berkompetisi dalam pameran di tingkat lokal hingga internasional menjadi kunci transformasi seni.

Mendorong Kolaborasi Antar Komunitas Seni

Melampaui batas geografis dan gaya, membangun jembatan dan simpul patronase baru yang fungsional, inklusif, dan memberdayakan semua unsur dalam ekosistem.

Merawat Karakteristik Estetika Lokal

Menghargai keragaman budaya visual dari masing-masing daerah sebagai kekayaan estetika yang menjadikan seni Jawa Timur unik dan berkarakter.

Memperluas Akses dan Ruang Berkarya

Membuka pintu ke panggung nasional dan internasional guna memperlihatkan dan mempertukarkan karya, agar tidak terkurung dalam ruang kecil tanpa sorotan.

Mengembangkan Infrastruktur Seni

Meningkatkan kualitas galeri, ruang pamer, serta pendidikan seni yang berbobot guna mencetak seniman-seniman yang mumpuni dan profesional.

Diskusi “Jelajah Ekosistem Seni Rupa” dalam bingkai Mata Ruang Lama Kini adalah panggilan bangkitnya seni rupa Jawa Timur, menjalin benang-benang baru di atas kain masa depan yang penuh harap. 

Ayos menutup dengan sebuah pesan berapi-api: “Kini waktunya seni rupa Jawa Timur melangkah berani, menyalakan panggung seni dengan kreativitas dan semangat tak tergoyahkan, mengatasi tantangan zaman dan meraih kejayaan yang pantas.”

Dalam gema canda tawa dan dialog yang penuh makna itu, lahir harapan baru bagi seni rupa Jawa Timur — seberkas cahaya yang menembus relung waktu, menantang ruang dan batas, membuka lembaran sejarah baru yang penuh warna dan kehidupan.

Penulis: Win

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PjS Kades Puncak Jeringo Tegaskan Dana Desa untuk Pembangunan, Bukan untuk Korupsi

Melampaui Kanvas: Bagaimana Anang Prasetyo Membuka Pintu Jiwa Melalui Seni

Program Makan Bergizi Gratis Meluncur di Kabupaten Malang