Merangkai Masa Depan Keramik Seni Rupa di Indonesia
Oleh: Eko Windarto
Keramik kini telah bertransformasi jauh dari fungsi tradisionalnya sebagai genteng atau alat makan biasa. Di tangan generasi muda kreatif dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), keramik berubah menjadi bahasa baru yang kaya makna—medium yang mampu mengisahkan narasi politik, psikologi, sosial, serta kisah personal yang sarat warna dan makna mendalam.
Setiap karya adalah simfoni tanah liat yang membara dan membiru; korosi berlapis makna; serta gurita ungu yang meredakan gelisah.
Melalui tangan-tangan terampil ini, seni keramik diharapkan terus bersinar, tidak hanya dalam skala lokal, melainkan menembus panggung seni rupa global dengan gemilang.
Studio Matahati Ceramic, yang diasuh dan dibina oleh Muchlis Arif, telah berubah menjadi laboratorium kesenian sekaligus rumah pembelajaran bagi para seniman muda, Minggu, 23/11/2025.
Sebuah oasis kreativitas yang mampu menjawab tantangan zaman yang bergerak cepat, memberi ruang terbaik bagi para seniman untuk tumbuh, bereksplorasi, dan menorehkan jejak tak terlupakan dalam kanvas dunia seni rupa kontemporer.
Empat mahasiswa jurusan Seni Rupa Murni Unesa—Adib Muktafi, Ilham Maulana Putra, Alya Rahmani, dan Rizky Octa Putra Levy—mempersembahkan karya-karya mereka dalam pameran keramik penuh gairah dan makna tersebut.
Disokong oleh Raisa Matahati sebagai moderator, pameran ini menjadi cermin kreativitas yang dipupuk dengan dedikasi oleh Muchlis Arif, pendiri sekaligus founder Matahati Ceramic, yang telah menjalin kerja sama erat dengan berbagai institusi, termasuk Program Studi Seni Rupa Murni Unesa.
Pameran ini adalah manifestasi nyata dari perpaduan ide, disiplin seni, dan ekspresi jiwa yang memancar dalam setiap lekukan tanah liat.
Atmosfer di sana adalah ruang di mana tanah liat tidak sekadar menjadi materi, melainkan medium cerita; setiap goresan adalah sauh harapan, dan setiap warna adalah gema perasaan yang bergemuruh.
Dari karya yang membara membiru hingga gurita ungu yang anggun, dari perlindungan telur keramik hingga karat mesin yang berbisik—semuanya menyatu dalam melodi puitis seni rupa yang terus hidup dan berkembang.
Pameran ini menghadirkan Indonesia yang penuh dinamika melalui jalinan tanah liat dan kreativitas, membuktikan bahwa seni selalu menjadi bahasa universal yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan dengan keindahan serta makna yang tak lekang oleh waktu.
Pameran ini tidak hanya mengukuhkan eksistensi para seniman muda di kancah seni nasional, namun juga membuka mata dan hati kita semua bahwa seni adalah cerita yang terus mengalir—dari jiwa ke jiwa, dari generasi ke generasi, dalam irama yang indah dan abadi.
Batu, 23112025
Komentar
Posting Komentar