ACEH TUMBUH DARI LUKA
Karya: Eko Windarto
Di tengah deras hujan duka dan getir bencana
Aceh berdiri, meski luka
Sherly Annavita, anak muda, kreator, penjaga harap, bersuara lantang, diantar jiwa-jiwa yang tersisa, tak kehabisan asa.
Ketika bumi bergetar dan air meluap emosinya
Langit muram menutupi cakrawala
Kau kira kami telah dikubur,
padahal sesungguhnya kami sedang ditanam!
Ditanam dengan benih-benih kesabaran.
Harapan tumbuh perlahan menembus kepedihan
Ini bukan sekadar ujian, bukan sekadar cobaan
Ini adalah ladang subur.
Solidaritas menjadi akar
Dan tekad menjadi ranting yang menjulang.
Dalam lelah yang menggantung di dahi
Kulit membungkus hati
Nyanyian kecil dari jiwa muda Aceh, menolak untuk patah hati
Mata mereka tetap menatap masa depan dengan sinar penuh percaya
Sherly berkata, “Kita sedang ditanam."
Dan ini bukan kalimat kosong, bukan basa-basi,
melainkan mantra yang menumbuhkan kekuatan.
Dari reruntuhan bencana, tunas-tunas baru akan tumbuh,
seperti pohon yang lebih kokoh, menahan angin paling berderu.
Di sana, di antara reruntuhan,
ada tangan-tangan menggenggam penuh rasa,
tak peduli kita bukan saudara sejati.
Hati dipintal menjadi satu padu
Meski kepedulian dibangun dari hamparan pasir dan debu
Anak muda Aceh, jangan tenggelam dalam duka,
jangan biarkan lambatnya penanganan menjadi dinding penghalang, karena di situlah harapan menemukan jalannya.
Aceh bukan hanya tentang masa lalu yang berdarah
Bukan juga hanya tentang derita silam yang belum usai
Tapi tentang semangat tiada pernah padam
Generasi yang berani bermimpi di tengah badai adalah pahlawan-pahlawan kecil membangun kembali mesti dari abu
Sherly mengingatkan, “Ini saat kita naik kelas,
menjadi bangsa yang tidak hanya tahan banting,
tapi juga cerdas dan tangguh,
lebih kuat karena pernah kalah dan bangkit lebih gigih.”
Kepada kamu, yang masih muda dan bersemangat:
tatap cakrawala dengan mata penuh bara,
jangan biarkan duka membelenggu langkah,
tegarlah, dan biarkan masa depanmu bersemi dari tanah yang diuji.
Jadilah pemetik harapan yang tak pernah padam,
penyulam mimpi yang menjadikan Aceh bukan lagi tanah luka,
melainkan taman subur dan makmur,
tempat di mana cita-cita dan realita bersatu, menari dalam cahaya.
Dalam suaranya tersimpan kekuatan lembut,
bayang-bayang bencana berat tidak memadamkan sinarnya,
melainkan memperkuat keyakinan akan kelahiran baru,
membangkitkan semangat sosial merambat dalam setiap jiwa muda.
Dari setiap kata yang diuntai Sherly, terdengar gema suara Aceh yang bernafas bersama,
berteriak tak hanya pada dunia,
namun juga pada dirinya sendiri
“Kita tak terkubur di sini,
hanya sedang ditanam,
dan kita akan tumbuh,
tumbuh lebih tinggi,
lebih kuat,
dan lebih berani.”
Aceh adalah cerita yang belum usai.
Batu, 26122025
Catatan:
Perbincangan Sherly Annavita terkait bencana di Sumatera dalam program THE POINT AJA!, eksklusif di YouTube SINDOnews, didramatisasikan dalam puisi esai.
***
Komentar
Posting Komentar