BAYANGKAN ITU RUMAHMU
Karya: Eko Windarto
Bayangkan kau duduk di beranda rumah, menyesap kopi di sore yang menua,
atau malam yang sunyi merayap pelan—
ketika suara gemuruh datang bukan dari langit,
bukan petir yang mengamuk,
melainkan gelombang air yang mengaum dari hulu.
Bayangkan...
Rumahmu, anak istrimu yang dulu tawanya menari di halaman
terkubur dalam bisu air yang tak pandang bulu
Teriak pun sirna, seperti angin yang hilang ditelan badai tak berwujud
Kampung jadi makam tanpa nisan, sunyi berbisik di antara reruntuhan luka.
Malam datang tanpa pelita,
hanya tangis dan bau tanah basah yang menempel erat disetiap luka cuka
Bantuan terperangkap di jaring jarak dan lupa
Sedangkan mereka bertaruh nyawa
Pada debur keputusasaan
Kau berdiri terhuyung
Harus berlari kemana saat waktu menipis?
Jika berlari, tak sempat jauh.
Jika jauh, tak mampu lepas dari tatapan ketakutan.
Dalam hitungan detik, halaman rumahmu lenyap,
dalam detik yang sama, suara anakmu,
ayahmu yang dulu kuat, ibumu yang penuh harap,
saudaramu, bahkan tetanggamu—
lenyap ditelan derasnya arus penuh amarah.
Ini bukan sekadar air, ini dendam alam yang dibiarkan manusia menutupi mata.
Jika kita tetap diam
Bersiaplah, karena arus itu akan datang mengetuk pintu kita
Dengan deras yang sama
Dengan nestapa yang mewariskan luka
Air tak pilih, tapi kita yang memilih abai, hingga rumah, anak, dan kampung kita hanyut tanpa suara.
Batu, 21122025
Komentar
Posting Komentar