Dugaan Pungli Program ILASPP di Wagir, GRIB JAYA Minta Evaluasi Kepala Desa
Dugaan pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan Program Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) di Desa Parangargo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, kembali menjadi perhatian serius publik.
Sejumlah warga mengeluhkan adanya penarikan biaya sebesar Rp 200 ribu per bidang tanah, meskipun program tersebut diklaim sebagai program gratis yang didukung pembiayaan internasional.
Berdasarkan pengaduan warga, dalam sosialisasi resmi yang digelar pada 6 November 2025 di Balai Desa Parangargo, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan tegas menyatakan bahwa ILASPP merupakan program tanpa biaya. Hal ini bersandar pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018 sebagai landasan hukum pelaksanaannya.
Namun, pasca-sosialisasi, warga justru dihadapkan pada forum lanjutan yang membahas soal penarikan biaya dari masyarakat.
Kondisi ini menimbulkan kebingungan sekaligus polemik setelah beredar dua versi berita acara musyawarah di tingkat RT dan RW.
Dalam dokumen tersebut, program ILASPP justru disebut sebagai Program Sertifikasi Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), padahal BPN sebelumnya menegaskan bahwa ILASPP berbeda dengan PTSL dan tidak dipungut biaya apapun.
Selain itu, warga diminta menandatangani surat pernyataan tidak keberatan membayar Rp 200 ribu dengan dasar Peraturan Desa (Perdes) Nomor 1 Tahun 2025.
Anehnya, sebagian besar warga mengaku tidak mengetahui proses pembentukan Perdes tersebut dan menilai mekanismenya melanggar ketentuan Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Peraturan Desa.
Menanggapi persoalan tersebut, Ketua DPC GRIB JAYA Kabupaten Malang, Damanhury Jab, angkat suara keras. Ia menyebut ada indikasi penyalahgunaan kewenangan yang harus segera mendapat evaluasi menyeluruh oleh pemerintah kecamatan.
"Kami meminta Camat Wagir untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja PJ Kepala Desa Parangargo. Jika terbukti ada kebijakan yang mewajibkan pungutan dalam program yang seharusnya gratis, hal tersebut tidak dapat dibiarkan," tegas Damanhury saat ditemui pada Jumat (19/12/2025).
Damanhury, yang juga berpengalaman sebagai wartawan senior di Malang Raya, menyoroti rangkap jabatan PJ Kepala Desa yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia ILASPP.
Menurutnya, hal itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan ketimpangan tata kelola desa.
"Rangkap jabatan seperti ini jelas tidak sehat dan membahayakan transparansi. Harusnya peran-peran penting itu dibagi agar tereksekusi dengan baik dan bebas konflik kepentingan," ujarnya.
Selain itu, Damanhury menegaskan bahwa GRIB JAYA hadir untuk mengawal kepentingan warga agar tidak menjadi korban kebijakan sepihak dan tidak transparan.
"Warga sebenarnya tidak keberatan jika memang ada kebutuhan teknis yang memunculkan biaya. Namun semua harus disampaikan secara jelas, dengan musyawarah yang benar dan memiliki dasar hukum kuat. Yang menjadi masalah adalah adanya paksaan, ketidakjelasan penggunaan dana, serta proses hukum yang dipaksakan," tambahnya.
Menyikapi perkembangan ini, GRIB JAYA Kabupaten Malang berkomitmen akan terus mengawal dan mendesak Camat Wagir bersama instansi terkait mengambil langkah tegas demi menjaga integritas pelayanan publik di tingkat desa.
"Semua ini demi menjaga kredibilitas dan marwah pelayanan publik sekaligus mencegah preseden buruk dalam pelaksanaan program strategis nasional," tandas Damanhury.
Penulis: Win
Komentar
Posting Komentar