JEMBATAN DARURAT
Karya: Eko Windarto
Di atas aliran waktu yang mengalir tak bertepi
Jembatan darurat menjalin janji
Seutas tali rapuh merengkuh dua dunia:
Antara gugus harapan dan jurang kehampaan
Khairunnisa berjalan dengan bayi sebagai bulan kecilnya
Menerobos gelap malam ketidakpastian
Suara rengekan kecilnya laksana nyanyian alam
Nyanyikan kisah hidup yang berdetak di ujung kerentanan
Pelukan ibu adalah benteng kasih
Menantang deras arus yang bisa menenggelamkan segala asa
Tali sling itu bukan sekadar pengikat badan
Melainkan pita penghubung antara hati dengan kehidupan,
antara rasa takut yang menjalar dan keinginan untuk bertahan.
Setiap langkah mengayun di atas jurang penuh keraguan, namun ditorehkan oleh keberanian tanpa banding.
Di seberang sana, desa terperangkap dalam sunyi,
di mana kegelapan mencengkeram tanpa janji listrik,
makanan tinggal cerita, dan kehidupan dililit kepasrahan.
Hamdika melangkah dalam badai dan lumpur,
menakar jarak demi harapan tersisa,
setiap butir pasir di jalan menjadi saksi gigihnya pencarian.
Jembatan ini, lebih dari sekadar fisik yang tergantung,
adalah lambang perjuangan manusia yang terus melaju,
melintasi cakrawala kesulitan dan keputusasaan,
berpelukan erat dengan nyali tak terpadamkan.
Kita semua adalah penyeberang di jembatan hidup ini,
berjuang dengan hati berdetak antara takut dan cinta,
melangkah di antara goyangan nasib dan gemuruh air mata,
menanti di seberang yang menyimpan kekuatan tak terlihat:
sebuah janji bahwa kehidupan akan selalu menemukan jalannya.
Batu, 28122025
Catatan:
Dramatisasi puisi esai dari berita https://www.bbc.com/indonesia/articles/cy07zdzd3dno
***
Komentar
Posting Komentar