Jeritan Aceh Tamiang
Karya: Eko Windarto
Di sudut bumi, Aceh Tamiang terlukis pilu
Langit merekah tangis, tanah menganga duka
Irine Wardhanie berdiri di batas harap dan nestapa
Mata dan hati terpatri oleh kisah anak-anak terlunta
Air mata bukan sekadar cairan yang menetes
Melainkan bahasa jiwa yang tak bisa dibendung
Saat suara kecil menggema di antara reruntuhan
Tangisan itu merangkum kelaparan yang pekat tersimpan
Anak-anak berdiri di tepi jalan, hanya mengulurkan tangan
Siluet harapan melebur dalam sunyi yang membeku
Para pejuang relawan, TNI, Polisi—penjaga asa—
Terpaku dalam lelah yang sunyi, tubuh renta namun semangat membara
Di sana, di pengungsian, pesan sederhana terangkai, sebuah jeritan melanglang buana
"Tolong, beritakan yang sebenarnya dari Aceh!"
Memanggil empati, menuntut respons hati yang nyata
Aceh Tamiang bukan sekedar dalam peta atau statistik
Ia adalah nadi yang berdetak dalam kepedihan nyata
Irine menangis bukan lemah, tapi pilu yang berani
Menghadirkan wajah manusia dalam tiap detik liputannya
Bencana tidak hanya merobek bumi, namun juga membelah jiwa
Dan air mata Irine, bagai rintik hujan membawa pesan
Bahwa kemanusiaan harus bangkit dari reruntuhan duka
Bahwa suara anak-anak itu harus didengar, bukan dilupakan
Mari dengarkan Aceh, mari saksikan Ibunda alam menangis
Dalam getir yang membakar, dalam harap yang menunggu,
biarkan kata dan air mata menjadi jembatan solidaritas
Membangun masa depan di atas reruntuhan dan kayu gelondongan yang masih berdarah
Karena dalam tiap tangis ada harapan
Dalam tiap luka ada keberanian
Dan dalam setiap berita, ada kewajiban
Untuk menghadirkan kebenaran yang menyejukkan hati
Batu, 19122025
Catatan kaki:
Dikutip dari berita Viral CNN Indonesia — Produser lapangan sekaligus jurnalis CNN Indonesia, Irine Wardhanie, tak kuasa menahan air mata saat melaporkan kondisi terkini bencana di Aceh Tamiang, Senin (17/12/2025, yang didramatisasikan ke dalam puisi esai.
Komentar
Posting Komentar