Mu’alem: Suara Hati di Tengah Banjir Aceh


Karya: Eko Windarto 

Di tengah hujan air mata Aceh
Di bawah langit yang kelabu dan berat
Seorang warga menulis bukan pidato megah
Bukan jargon kosong yang terlupakan
Ia menulis dari hati 
Kepemimpinan hadir bukan sekadar bayang dan janji 

“Hari ini aku menemukan jawabannya,” kata itu, seperti lentera yang menyapu gelap medan
Menguak sosok Mu’alem, sang pemimpin yang nyata
Dalam deras banjir dan longsor yang mengoyak bumi
Ia berdiri, bukan di balik podium kosong melompong 
Tapi di tengah rakyat, ikut merasakan luka dan mata yang kosong 

Ketika kelak anak-anak bertanya siapa pahlawan,
"Untukmu, aku sebut dia Mu’alem," ucapnya.
Bukan karena janji-janji yang terukir di udara
Melainkan karena ketulusan yang disentuh tangan dan mata
Rasa yang ditemukan bertahun-tahun menimbang:
mana wajah kekuasaan yang tulus, mana sekadar topeng

Dalam perjalanan panjang kisah Aceh
Dari sejarah berdarah dan luka membekas di hati yang lelah
Muncullah pemimpin yang tumbuh dari serpihan duka
Mereka dulu berdiri di seberang
Kini mengerti arti damai tanpa panggung sandiwara 
Hanya ketulusan, keberanian, dan tanggung jawab jiwa

Sejarah, katanya, tak hitam dan putih saja
Ada rona abu yang menyimpan kebijakan rasa
Dalam luka dan perjuangan, tumbuh kepemimpinan sejati
Yang tahu dari mana asal dan ke mana tujuan kaki ini berbakti 
Mereka tidak lupa siapa yang harus mereka layani
Dari rakyat, untuk rakyat, dengan hati yang penuh janji

Ketika kritik dan debat memenuhi udara
Narasi ini hadir seperti embun pagi menetesi hati 
Sebuah potret kepemimpinan yang tak terucap di panggung berkilau cahaya 
Tapi terjahit dalam pengalaman yang nyata 
Saat rakyat paling lemah, Mu’alem ada di sana
Menjawab, hadir, dan memberi harapan dan doa

Bukan hanya seorang pemimpin,
Tapi cermin kejujuran dan keberanian yang mulai langka
Dia adalah suara di tengah sunyi
Cahaya di balik gelap yang menimpa
Dalam banjir Aceh, Mu’alem bukan cuma cerita
Ia adalah jawaban yang ditemukan oleh hati yang berharap.

Batu, 20122025

Catatan kaki:

Dramatisasi puisi esai di atas adalah dari berita yang berseliweran di Facebook bagaimana Gubernur Aceh menangani masyarakatnya yang terdampak Bencana Ekologi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PjS Kades Puncak Jeringo Tegaskan Dana Desa untuk Pembangunan, Bukan untuk Korupsi

YUA dan OK-OCE Dorong Evaluasi Kinerja Sekda Kota Batu

Program Makan Bergizi Gratis Meluncur di Kabupaten Malang