PARU PARU PAPUA: SUARA Dari HUTAN Yang TERANCAM

Sumber foto: @dendimanaa

Karya: Eko Windarto 

Di pelukan hijau Papua
Alam dan budaya menari bersama
Seperti dua jiwa satu rasa satu jiwa
Menjahit kehidupan dalam anyaman waktu tanpa jeda 

Maikel Yamese, suara Moi yang bergemuruh rindu
Berkata, “Nanti kalau alam hancur,
Kita mau dapat paru-parunya di mana lagi?”
Sebuah pertanyaan yang bergema hingga ke bawah langit jiwaku

Hutan adalah ibu, penjaga, dan pemberi
Dari akarnya meronce daun-daun jiwa
Setiap napas berasal dari sana
Setiap denai kehidupan bermula di pusar buminya 

Namun, mata dunia memandang hutan sebagai ruang kosong,
Sebidang tanah yang bisa dipotong, dijual, dan dilupakan.

Antara 1992 sampai 2022,
Tujuh ratus ribu hektare, tubuh raksasa yang terkoyak, sepuluh kali lipat dari DKI Jakarta lenyap dalam senyapnya waktu.

Bagaimana bisa kita menyimpan paru-paru dunia, ketika gergaji dan api menari di atas penderitaannya?

Bisakah kita mendengar tangis tanah yang mengering, di sudut sepi?
Siapa saja yang peduli dan menyimpan kebijakan dan harapan dalam genggaman?

Papua bukan hanya sebidang bumi
Ia adalah nyanyian yang bergaung dalam setiap jejaring waktu 
Adat dan alam bukan lawan, melainkan keluarga yang bersatu.

Mereka yang merusak hutan tak sekadar merampas pohon
Mereka mengambil masa depan Menjual jiwa anak cucunya tanpa sungkan 

Mari kita dengarkan suara Maikel
Suara yang bukan hanya milik suku Moi
Tapi gema dari hati bumi yang pernah kita lupa
Bahwa daun dan akar tidak bisa digantikan oleh uang atau janji palsu semata 

Dalam tiap helai daun, tersimpan napas kemanusiaan
Dalam tiap pasang kaki masyarakat adat, ada jejak keberlangsungan
Jika paru-paru Papua tumbang
Maka dunia pun akan kehilangan

Sahabat, lihatlah lebih dari sekadar peta dan angka
Rasakan denyut nadinya yang mengalir sepanjang waktu

Jaga bukan hanya dengan kata, tapi dengan tindakan nyata
Karena alam dan budaya Papua adalah jiwa, puisi dan doa 

Sebelum paru-paru dunia hilang selamanya
Sebelum hutan menangis dalam kesunyian yang abadi
Mari kita angkat suara, menyulam rasa, meronce harapan baru
Sebagai penjaga bumi dan jiwa anak cucu kita 

Batu, 22122025

Berita dari National Geographic Magazine Indonesia tentang pertanyaan Maikel Yamese, anggota masyarakat adat Papua, suku Moi, sekaligus ketua Sanggar, “Nanti kalau alam hancur, kita mau dapat paru-parunya di mana lagi?” didramatisasikan menjadi puisi esai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PjS Kades Puncak Jeringo Tegaskan Dana Desa untuk Pembangunan, Bukan untuk Korupsi

Program Makan Bergizi Gratis Meluncur di Kabupaten Malang

Melampaui Kanvas: Bagaimana Anang Prasetyo Membuka Pintu Jiwa Melalui Seni