RESET INDONESIA: SUARA dalam SUNYI
Karya: Eko Windarto
Kala malam menyaput lembut Pasar Pundensari
Angin anggun berbisik membelai helai-helai kata
Terbitlah awak kata, seiring harap yang bersemi
Sebuah diskusi menggumpal dalam sunyi, mengurai simpul sejarah negeri
di Gunungsari, desa yang menyimpan doa rindu demokrasi
Namun, bayang-bayang mengintai dari pucuk waktu
Penjaga malam bertopeng kesunyian: Camat, Lurah, Babinsa, Polsek berjajar,
menjadi dinding bisu yang memerangkap gema doa dan suara.
Surat pemberitahuan, satu helai kertas rapuh bak debu beterbangan
Dipikul sebagai tameng luka hak berekspresi
Dentuman permintaan pembubaran melaju keras bagai besi baja
Tanpa cela, tanpa jeda, tanpa ampun.
Dalam relung tersembunyi jiwa komunitas lokal
Tertanam luka getir pagi yang tak terelakkan
Mereka yang di garis depan menanggung beban sunyi
Harus rela asap diskusi meredup Padam sebelum menghanguskan ruang yang senyap
Dandhy Laksono, mercusuar nan megah di lautan kelam,
berseru keras, menyiratkan duka.
Setiap pembubaran adalah pecahan kaca retak demokrasi
Lamat-lamat bergema menyusuri tiap sunyi terpaksa
Indonesia mesti di-reset—
dari bara pembungkam yang menghempas nalar dan suara
Dua bulan telah menyusuri rangkaian sejarah
Melanglang 45 titik di puncak-puncak dan lembah suara rakyat, dari kampus yang menyulam ingatan akademik,
hingga ladang petani dan pelabuhan nelayan,
mengobarkan kata, menyalakan api perubahan,
menyulam jalinan harap yang melintas ruang, menembus waktu.
Di Madiun, asa berjatuhan, tersungkur!
Mengirim pesan bisu pada malam yang belum penuh cahaya
Diskursus intelektual terjerat benang kusut kekuasaan
Ruang dialog masih dirapuhkan Menggantung di tepi perlindungan demokrasi yang rapuh
Tatkala gema Gunungsari mereda, panggilan baru menjelang.
Bupati Trenggalek membuka gerbang undangan lebar membuka mata
Sebuah pintu terbuka bagi kata dan visi yang ingin terbang bebas ke udara
Mengiringi kenangan Banyumas, kala logawa budaya menari,
mengabadikan bisikan lembut demokrasi di setiap gerak pikiran.
Ini bukan sekadar kisah buku atau pembubaran yang kelabu,
tapi jiwa bangsa yang gigih berjuang berkata,
untuk didengar, dihidupkan, dan dibiarkan bernapas,
di tengah kegelisahan masa yang lama terperangkap dalam lipatan besi kaku.
Reset Indonesia—bukan hanya tinta yang tergores di kertas,
melainkan denyut nadi bergelora dalam raga kita.
Mari kita melawan diam yang membisu menyesakan dada
Nyalakan lilin-lilin diskusi nan redup, agar demokrasi bukan sebatas kata kosong nyaring bunyinya, melainkan nafas bersama dalam ruang bebas, terbuka, dan berhiaskan cinta.
Mari bukakan lembaran baru nan suci
Menyulam kembali mimpi lama terkubur dalam sunyi
Biarkan gema suara menembus kelam malam
Hingga fajar menyingsingkan sinar penuh kerinduan kasih
untuk sebuah Indonesia benar-benar di-reset,
dengan cinta, keberanian, dan harapan abadi
Batu, 23122025
Catatan
Dramatisasi puisi esai ini dikutip dari berita #ResetIndonesia
***
Komentar
Posting Komentar